Artikel

WASPADA VARIAN OMICRON COVID-19

Memasuki awal tahun baru 2022 ini, kita masih harus tetap waspada karena pandemi COVID-19 belum usai bahkan sejak 16 Desember 2021 lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengumumkan, varian Omicron sudah masuk ke Indonesia. Varian baru ini memang menjadi tantangan tersendiri dikarenakan sampai saat ini belum bisa dipastikan apakah Omicron lebih berbahaya daripada varian sebelumnya atau sebaliknya. Melihat berbagai kasus di sejumlah negara yang ada, varian ini rentan menyerang populasi muda dan gejalanya lebih ringan jika dibanding gejala varian Delta sebelumnya. Meskipun begitu, kita perlu tetap harus waspada karena penyebaran Omicron disinyalir tiga kali relatif lebih cepat bermutasi daripada varian Delta sehingga memudahkan terjadi gelombang kasus COVID-19 selanjutnya.

Lonjakan besar kasus harian varian Omicron ini diduga akibat tingkat penularannya yang tinggi, walaupun tingkat keparahan penyakitnya relatif lebih rendah. Hal ini terbukti dengan penyebarannya yang cepat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dikarenakan varian baru ini memiliki kemampuan penularan lebih cepat dibandingkan varian-varian sebelumnya. Selain itu, mayoritas orang yang dirawat di rumah sakit di seluruh dunia adalah mereka yang tidak divaksinasi dan karena mereka tidak patuh protokol kesehatan. Banyak orang merasa bahwa mereka akan lebih aman untuk beraktivitas di luar karena mereka sudah vaksin, atau fakta bahwa varian Omicron lebih tidak berbahaya daripada Delta.

Di Indonesia sendiri, kasus COVID-19 varian Omicron sebagian besar datang dari pelaku perjalanan luar negeri dan warga negara asing yang saat ini sudah menjadi transmisi lokal. Hal ini berarti kewaspadaan dan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan tetaplah menjadi sebuah keharusan guna melindungi diri serta keluarga. Varian virus ini bisa menjadi sangat berbahaya dan berpotensi sakit parah hingga kematian, terutama bagi mereka yang tidak divaksinasi serta memiliki komorbid.

Cara penularan dan gejala varian Omicron pada umumnya sama dengan varian COVID-19 lainnya. Penularan terjadi melalui droplet atau percikan ludah (saat berbicara, batuk atau bersin) yang masuk langsung ke dalam tubuh melalui mata, hidung, mulut atau jika tangan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh bagian wajah (mata, hidung dan mulut). Gejala yang terjadipun umumnya bersifat ringan seperti demam, batuk, kelelahan, pilek, nyeri tenggorokan, dan sakit kepala.

Sejauh ini, pencegahan yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Omicron kurang lebih sama dengan pencegahan varian sebelumnya, yaitu melakukan vaksinasi dan disiplin protokol kesehatan. Terkait vaksinasi, ada baiknya kita untuk segera mendapatkan dua dosis vaksin, bahkan vaksin booster. Selain itu, apabila telah bepergian dari luar kota atau luar negeri, jangan lupa untuk melakukan karantina mandiri selama 7-10 hari untuk mendeteksi apakah ada kemungkinan kita positif Omicron setelah berpergian dikarenakan varian ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali. Seiring dengan upaya dari masyarakat, pemerintah juga terus berupaya untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran varian Omicron melalui beberapa penyesuaian kebijakan, salah satunya adalah penyesuaian kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di seluruh wilayah Indonesia.

Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan terkait lonjakan kasus COVID-19 varian Omicron sesuai petunjuk kementerian Kesehatan RI:

1. Tetap disiplin protokol kesehatan dan segera lengkapi vaksinasi untuk jaga diri dan keluarga.

2. Jika mengalami gejala, segera lakukan Tes PCR/ Swab-Antigen dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Apabila terkonfirmasi positif namun gejala ringan/ tidak bergejala diharapkan jangan terburu-buru masuk rumah sakit akan tetapi utamakan isolasi mandiri dan lapor ke Puskesmas atau gunakan fasilitas isolasi terpusat yang disiapkan masing-masing daerah serta manfaatkan layanan telemedisin jika tersedia,
  • Apabila terkonfirmasi positif dengan bergejala sedang, berat dan kritis, segera ke rumah sakit.

3. Jika berusia >45 tahun dan memiliki komorbid segera hubungi fasilitas kesehatan. Dokter pemeriksa akan menentukan apakah perlu dirawat di RS atau dapat dirujuk ke karantina/ isolasi terpusat.

4. Terkait isolasi mandiri di rumah:

  • Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak waktu pengambilan swab.
  • Usia pasien isoman maksimal 45 tahun dan tidak memiliki komorbid.
  • Dipantau petugas kesehatan (melalui telemedisin atau Puskesmas setempat).
  • Rumah untuk isoman harus memiliki kamar atau lantai terpisah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik. Kamar mandi dalam rumah pasien terpisah dengan penghuni lainnya.
  • Menyiapkan alat pengukur kadar oksigen (pulse oximeter) mandiri.
  • Tetap pakai masker saat keluar kamar.
  • Berkomitmen untuk isoman sampai selesai.

 

Pada intinya varian Omicron memang tidak menimbulkan gejala yang berat atau bahkan tak bergejala sama sekali, namun kita tetap perlu mewaspadai kecepatan infeksi Omicron dibandingkan dengan varian lain. Oleh karena itu, mari kita tetap taati protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi sebagai langkah antisipasi lonjakan kasus COVID-19.

Salam Sehat, Salam Promkes...

Penulis: 
Rudi Hidayat, S.Kep (Penyuluh Kesehatan Masyarakat)
Sumber: 
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Artikel

Direktorat Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes RI.
Direktorat Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
• Direktorat Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes RI - https://tirto.id/gldo
Direktorat Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes RI, https://www.kompas.com/tren/read/2021
01/09/2021 | Rudi Hidayat, S.Kep (Penyuluh Kesehatan Masyarakat)
12/07/2021 | Rudi Hidayat, S.Kep (Penyuluh Kesehatan Masyarakat)
01/09/2021 | Ais Moris, S.Kep (Penyuluh Kesehatan Masyarakat)
18/10/2021 | Adiba Fajrina (Penyuluh Kesehatan Masyarakat)
31/12/2022 | Ais Moris, S.Kep